Dilansirdari Encyclopedia Britannica, tokoh dalam gambar di atas adalah seorang pejuang yang mengkritisi kebijakan pemerintah pusat dan tidak mau tundul kepada keputusan yang diambil pemerintah pusat indonesia sehingga ia menyatakan tidak mengakui kekuasaan pemerintahan di bawah presiden soekarno. tokoh ini adalah pemimpin di tii sulawesi selatan. ManajemenPNS pada Instansi Pusat, menurut UU No. 5/2014 ini, dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sementara Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pasal 56 UU ini menegaskan, setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. SekilasLAPINDO – BIDOS. Lembaga Anti Korupsi Pro Otonomi Daerah – Bima Dompu Sumbawa selanjutnya disingkat LAPINDA – BIDOS adalah lembaga independen (LSM) yang bergerak pada pemberdayaan masyarakat beserta pemerintahan daerah dalam bingkai otonomi daerah. Lembaga ini didirikan pada tanggal 1 Januari 2010 oleh beberapa anak bangsa yang Jakarta– Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meluncurkan sistem peraturan daerah elektronik (e-perda). Melalui sistem itu, diharapkan penyusunan produk hukum daerah lebih mudah dalam pembinaan dan pengawasan. UUNo. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; PP No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kepmendagri No 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah Setiap kebijakan daerah yang baru, yang tidak melibatkan masyarakat Halini kembali dikarenakan alasan otonomi daerah sehingga tiap daerah berhak menerapkan kebijakan dan peraturan sesuai dengan kearifan lokal. Sebagai contoh, pemerintah pusat memiliki jam kerja dari hari Senin hingga Jumat dari PengertianPemerintahan Daerah, Landasan Hukum, Susunan dan Wewenangnya. January 23, 2021 by Admin. Perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia menjadi cerminan keberhasilan pemerintah pusat dalam menyejahterakan rakyat.Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentang dari Sabang hingga Merauke. mmUtw. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Infeksi virus corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina. Virus ini menyebar dengan sangat cepat ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Corona virus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru pneumonia Pane, 2020. Gejala awal dari virus ini adalah demam, batuk, dan sesak napas. Namun ada pula kasus yang terjadi tanpa adanya gejala-gejala awal Cina yang menjadi awal mula munculnya virus ini memberlakukan kebijakan untk mengisolasi kota-kota yang dianggap daerah merah yang sudah sangat parah. Pada 23 Februari, Wuhan di-lockdown, kota-kota lain di luar Wuhan, bahkan Beijing dan Shanghai, menyusul sesudahnya Damarjati, 2020. Setelah menyebar ke berbagai negara, banyak pula negara yang mengambil kebijakan untuk lockdown bagi negaranya. Di antaranya adalah India, Italia, Polandia, Spanyol, dan lain-lain Detikcom, 2020. Namun, lain hal dengan kebijakan yang di ambil oleh Pemerintah Indonesia. Indonesia yang mengkonfirmasi kasus covid-19 pertamanya pada tanggal 2 Maret 2020 di umumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia menolak untuk menerapkan dengan penyebarannya yang sangat cepat di Indonesia, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang dikategorikan merah karena banyaknya kasus covid-19 di ibukota Indonesia ini. Per tanggal 12 Mei 2020 pukul WIB, kasus postitif covid-19 di Jakarta dirawat sembuh isolasi mandiri dan meninggal 457. Dalam beberapa hari ini, trend penyebaran covid-19 di Jakarta dianggap menurun. Sebelumnya sudah ada beberapa kebijakan yang telah di ambil oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan. Namun dalam perjalanan kebijakannya ada beberapa hal yang dianggap kontroversial karena adanya miss komunikasi antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Pusat khususnya Kementrian Kesehatan. Setelah menyebarnya kasus covid-19 yang cukup mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo pun meneken Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Ihsanudin, 2020 dan menunjuk Achmad Yurianto menjadi jubir dalam kasus pandemic ini. Pada awal menyebarnya kasus covid-19 ini di beberapa daerah dan belum adanya kebijakan resmi dari Pemerintah Pusat pada saat itu menjadikan banyak daerah yang mengambil kebijakannya masing-masing. Ada daerah yang menyuarakan untuk social distancing, physical distancing, karantina wilayah, bahkan ingin melakukan lockdown di kotanya masing-masing. Dengan adanya ketidakseragaman di daerah ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakannya untuk kasus pandemic ini. Presiden Joko Widodo menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB dengan meneken Peraturan Pemerintah PP Nomor 21 tahun 2020 dan Keppres Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Ridhoi, 2020. Keluarnya keputusan presiden tersebut membuat kepastian dalam upaya penanganan pandemic di Indonesia. Dalam penerapan PSBB di daerah ini pun tidak sembarangan. Ada kriteria bagi daerah yang ingin menerapkan PSBB di daerahnya. DKI Jakarta yang menjadi daerah merah, resmi mendapatkan izin untuk melakukan PSBB di daerahnya melalui Kementrian Kesehatan pada tanggal 10 April 2020. Namun tidak semua daerah mendapatkan izin untuk melaksanakan PSBB. Ada daerah yang ditolak pengajuan izin PSBB. Per tanggal 20 April 2020 daerah yang ditolak diantaranya Provinsi Gorontalo, Kota Sorong Papua Barat, Kota Palangkaraya Kalimantan tengah, dan lainnya Kumparan, 2020. Daerah tersebut dianggak tidak memenuhi syarat untuk penerapan PSBB di daerahnya. Ada lagi beberapa kebijakan dari daerah yang dianggap bertentangan dengan pusat. Salah satu contohnya adalah di DKI Jakarta, yang sempat membatasi angkutan umum yang ada. Sehingga menimbulkan mengularnya antrian-antrian di halte yang malah meningkatkan resiko penyebaran covid-19. Namun kebijakan ini kemudian dibatalkan seiring adanya pemberian izin bagi kendaraan umum untuk beroperasi melalui Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman. Selanjutnya, tak lama pemerintah pusat pun melarang seluruh moda transportasi beroperasi seiring dengan munculnya juga larangan mudik lebaran 2020. Adanya tarik ulur kebijakan antara pusat dan daerah ini tentu mengakibatkan kebingungan sendiri dalam masyarakat mengenai peraturan mana yang harus mereka dalam penanganan pandemic ini Pemerintah Pusat mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berisi langkah-langkah untuk pemerintah jika terjadi pandemi. Dan dengan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus di Indonesia yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden menjadikan penanganan pandemic ini ada di bawah tangan presiden langsung melalui beberapa lembaga terkait. Sehingga dalam pengambilan kebijakan di daerah-daerah harus sesuai dengan kajian yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Sistem yang dibangun pun secara tidak langsung itu dari dari pusat ke daerah. Walaupun pada mulanya daerah yang memohon perizinan kebijakan tertentu, pada akhirnya pun semua kembali kepada pusat penulis, penanganan pandemic ini yang kasusnya sudah banyak tentu harus di dukung oleh keharmonisan antara pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Sehingga dalam masyarakat pun dapat cepat dalam menekan penyebaran covid-19 ini. Dengan adanya Keputusan Presiden yang sudah ada dan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan tentu ini harus menjadi sistem yang efektif dan efisien sehingga tidak akan terjadinya tarik ulur kebijakan seperti awal tahun lalu. Pemerintah daerah yang secara berkala melaporkan kondisi daerahnya kepada Pemerintah Pusat tentu akan menjadikan penanganan pandemic ini lebih efektif dibandingkan mengambil kebijakan sendiri tanpa persetujuan Pemerintah Pusat yang hanya akan memperparah kondisi daerahnya. Walaupun kepala daerah yang lebih tau daerahnya sendiri, tetap harus berkomunikasi dengan pusat karena apa pun kebijakan yang diambil oleh daerah pada saat ini tentunya akan mempengaruhi pula keadaan nasional negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKADamarjati, D. 2020, Maret 19. Lockdown Diterapkan di Wuhan, WHO Akui Keberhasilan China Atasi Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from Detikcom, T. 2020, Maret 28. Daftar Negara yang Lockdown karena Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from 1 2 Lihat Politik Selengkapnya JAKARTA, - Menteri Dalam Negeri Mendagri Tito Karnavian berharap kebijakan pemerintah pusat dalam penanganan Covid-19 bisa dijabarkan dan diselaraskan dengan karakter masing-masing daerah. Hal itu, ia katakan dalam acara Peringatan Otonomi Daerah XXV Tahun 2021 yang disiarkan secara daring, Senin 26/4/2021."Kebijakan-kebijakan pusat saya minta dalam konteks menghadapi pandemi Covid-19 dapat benar-benar dijabarkan dan disamakan oleh daerah sesuai dengan karakter daerah masing-masing," kata Tito. Tito mengatakan, pandemi Covid-19 akan sulit diatasi jika hanya pemerintah pusat yang menginjak penuh pedal gas penanganan Covid-19. Sebab, kata dia, 50 persen mesin pemerintahan di Indonesia ada di tingkat daerah yakni provinsi serta kabupaten dan kota. Baca juga 25 Tahun Otonomi Daerah, Mendagri Masih Banyak yang Tergantung dari Transfer Pusat "Sehingga kalau provinsi, kabupaten/kota tidak serius bersungguh-sungguh dalam penanganan Covid-19, maka masalah nasional ini tidak akan pernah bisa kita atasi dan kita tuntaskan," karena itu, mantan Kapolri ini menilai, tantangan yang harus dihadapi saat ini adalah melakukan harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, pandemi Covid-19 dapat di atasi dengan cepat dan kondisi bisa semakin membaik ke depannya. "Tantangan otonomi daerah adalah bagaimana kebijakan pusat dan daerah ketika menghadapi masalah nasional spt Covid-19 maka terdapat harmonisasi dan simultanisasi kebijakan yang paralel," ucap dia. Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Kemendagri Akmal Malik pun mengingatkan kepala daerah tidak hanya mendorong penanganan pandemi Covid-19. Baca juga Mendagri Minta Pemerintah Daerah Tak Malu Sampaikan Data Rill Kasus Covid-19 di Lapangan Menurut dia, kepala daerah harus menangani pandemi namun dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi dengan seimbang. "Nah di sinilah tugas leadership, tidak bisa cuma mendorong penanganan Covid-19 saja, tapi mengabaikan kondisi ekonomi, karena kita tidak akan bisa menghidupkan ekonomi masyarakat, tapi harus dilakukan secara seimbang," kata Akmal melalui keterangan tertulisnya, Jumat 23/4/2021. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Ilustrasi Sebutkan satu faktor yang menyebabkan terjadinya kebijakan yang kurang selaras antara pusat dan daerah, sumber foto Alena Darmel by satu faktor yang menyebabkan terjadinya kebijakan yang kurang selaras antara pusat dan daerah! Soal tersebut mungkin pernah kamu jumpai saat mempelajari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau pelajaran di dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial lainnya. Seperti yang diketahui, setiap daerah tentu memiliki kebijakan masing-masing dalam mengatur masyarakatnya. Namun, tidak jarang kebijakan yang ada di daerah tidak selaras dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pusat. Fenomena ini terkadang membingungkan bagi masyarakat yang tentunya perlu disosialisasikan lebih detail lagi oleh pemerintah. Padahal, seluruh stakeholder harus bisa saling bersinergi untuk menciptakan sistem pemerintahan yang kondusif. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya kebijakan yang kurang selaras antara pusat dan daerah akan dijelaskan lebih lanjut di artikel Kebijakan yang Kurang Selaras antara Pusat dan DaerahTahun 2022 bukan tahun yang mudah dilalui karena munculnya banyak kasus yang menimpa banyak institusi di Negara Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan pusat harus merapatkan barisan dan menjaga harmonisasi dalam menjalankan Sebutkan satu faktor yang menyebabkan terjadinya kebijakan yang kurang selaras antara pusat dan daerah, sumber foto by permasalahan yang berskala daerah hingga nasional bisa terjadi karena berbagai alasan. Oleh karena itu, hal ini harus disikapi dengan bijak karena dapat menimbulkan anggapan bahwa pemerintah pusat dan daerah tidak kompak. Mengingat, ada banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat tidak diimplementasikan di beberapa daerah. Oleh karena itu, ada baiknya jika diselenggarakan evaluasi dan perbaikan dari kebijakan yang mungkin tidak selaras antara pusat daerah. Beberapa penyebab dari kebijakan yang kurang berjalan beriringan antara pemerintah daerah dan pusat di antaranya yaitu1. Komunikasi yang kurang antara pemerintah pusat dan Pemerintahan masih bersifat sentral dan kurang Terdapat oknum pejabat yang tidak menunaikan Pemerintah pusat tidak melakukan survei di daerah-daerahJadi, bisa disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kebijakan kurang selaras antara pusat dan daerah yaitu terdapat perbedaan dari segi lingkungan maupun tingkat ekonomi di setiap daerah, sehingga hal ini menyebabkan kebijakan antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi kurang selaras. DLA

alasan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah